- Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
- Apa Itu SDGs? Lebih dari Sekadar 17 Target
- Ekonomi Hijau: Definisi, Prinsip, dan Contoh Revolusioner
- Sinergi SDGs dan Ekonomi Hijau: Kunci Menuju Transformasi Global
- Tantangan Besar: Dari Ketimpangan hingga Politik
- Peluang dan Solusi: Kolaborasi Global hingga Gaya Hidup Minimalis
- Indonesia: Potensi dan Upaya Menuju Ekonomi Hijau
- Mengapa Ini Penting untuk Generasi Mendatang?
- Kesimpulan: SDGs dan Ekonomi Hijau Bukan Pilihan, Tapi Keharusan
- Referensi
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Tahun 2015 menjadi titik balik bagi dunia. Saat itu, 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat mengadopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Ini adalah cetak biru global untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi bumi, dan memastikan semua orang hidup sejahtera hingga 2030. Namun, untuk mencapainya, dunia perlu beralih dari model ekonomi konvensional yang merusak lingkungan menuju ekonomi hijau sistem yang mengutamakan keseimbangan antara manusia, planet, dan profit.
Apa Itu SDGs? Lebih dari Sekadar 17 Target
SDGs terdiri dari 17 tujuan yang saling terkait, dirancang untuk mengatasi tantangan global seperti ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan. Berikut beberapa tujuan kunci yang perlu dipahami:
- SDG 1: Tanpa Kemiskinan
Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana pun. Contohnya, pada 2020, pandemi COVID-19 menyebabkan 71 juta orang jatuh miskin ekstrem. SDGs bertujuan memastikan sistem perlindungan sosial dan akses ke sumber daya dasar. - SDG 7: Energi Bersih dan Terjangkau
Hingga 2021, 733 juta orang masih hidup tanpa listrik. Transisi ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin bisa menjawab masalah ini sekaligus mengurangi emisi karbon. - SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim
Laporan IPCC 2023 menyebut, suhu bumi telah naik 1,1°C sejak era praindustri. Jika tidak dikendalikan, kenaikan 1,5°C akan memicu bencana iklim yang tak terelakkan. - SDG 14 dan 15: Ekosistem Laut dan Darat
Sekitar 11 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun, mengancam 700 spesies laut. Di darat, deforestasi menyebabkan hilangnya 10 juta hektar hutan per tahun.
SDGs bukan hanya tugas pemerintah. Pelaku bisnis, organisasi masyarakat, dan individu juga memiliki peran krusial.
Ekonomi Hijau: Definisi, Prinsip, dan Contoh Revolusioner
Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang meminimalkan dampak lingkungan, mengoptimalkan sumber daya terbarukan, dan memastikan inklusi sosial. Prinsip utamanya meliputi:
- Dekarbonisasi: Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
- Sirkularitas: Menggunakan sumber daya secara efisien melalui daur ulang dan penggunaan ulang.
- Keadilan Sosial: Menciptakan lapangan kerja hijau dan mengurangi kesenjangan.
Contoh Transformasi Ekonomi Hijau:
- Energi Terbarukan:
- Denmark menjadi pelopor energi angin, dengan 47% listrik nasional berasal dari turbin angin pada 2022.
- Maroko membangun kompleks tenaga surya terbesar di dunia, Noor Solar Power Plant, yang mampu memasok listrik untuk 1 juta rumah.
- Transportasi Berkelanjutan:
- Norwegia adalah pemimpin mobil listrik, dengan 80% penjualan mobil baru pada 2022 adalah kendaraan listrik atau hibrida.
- Jepang mengembangkan kereta hidrogen pertama di dunia, Hybari, yang hanya mengeluarkan uap air.
- Pertanian Regeneratif:
Di Kenya, praktik pertanian organik dan agroforestri meningkatkan hasil panen hingga 30% sekaligus memulihkan tanah yang rusak. - Ekonomi Sirkular:
Perusahaan seperti Patagonia menerapkan model bisnis “perbaikan dan daur ulang”, di mana 87% produknya dibuat dari bahan daur ulang.
Sinergi SDGs dan Ekonomi Hijau: Kunci Menuju Transformasi Global
Ekonomi hijau adalah alat strategis untuk mencapai SDGs. Berikut analisis mendalam tentang keterkaitannya:
1. SDG 7 (Energi Bersih) + SDG 13 (Perubahan Iklim)
Transisi ke energi terbarukan mengurangi emisi karbon dan polusi udara, yang menyebabkan 7 juta kematian dini per tahun (data WHO). Di India, proyek tenaga surya Bhadla Solar Park tidak hanya menyediakan listrik untuk 2,3 juta rumah, tetapi juga menciptakan 25.000 lapangan kerja.
2. SDG 8 (Pekerjaan Layak) + Ekonomi Hijau
Menurut International Labour Organization (ILO), ekonomi hijau bisa menciptakan 24 juta pekerjaan baru di sektor energi terbarukan, efisiensi energi, dan manajemen limbah hingga 2030. Contohnya:
- Di AS, industri surya mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor batu bara.
- Di Brasil, restorasi hutan Amazon membuka peluang kerja bagi masyarakat lokal dalam ekowisata dan pengelolaan hutan berkelanjutan.
3. SDG 12 (Konsumsi Bertanggung Jawab) + Ekonomi Sirkular
Ekonomi sirkular bisa mengurangi limbah global hingga 70% (Ellen MacArthur Foundation). Swedia menjadi contoh sukses dengan sistem daur ulangnya yang mengubah 99% sampah rumah tangga menjadi energi atau bahan baku baru.
4. SDG 9 (Industri, Inovasi, Infrastruktur) + Teknologi Hijau
Inovasi seperti hidrogen hijau (diproduksi dari energi terbarukan) dan CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) menjadi game-changer. Jerman menginvestasikan €9 miliar untuk pengembangan hidrogen hijau guna mendekarbonisasi industri berat.
5. SDG 11 (Kota Berkelanjutan) + Urbanisasi Hijau
Kota-kota seperti Kopenhagen (Denmark) dan Singapura merancang kota dengan bangunan hemat energi, transportasi umum elektrifikasi, dan ruang hijau yang luas. Kopenhagen menargetkan menjadi ibu kota netral karbon pertama dunia pada 2025.
Tantangan Besar: Dari Ketimpangan hingga Politik
Meski potensial, transisi ke ekonomi hijau menghadapi rintangan kompleks:
- Biaya Tinggi dan Ketimpangan Teknologi
Negara berkembang seperti Afrika sering kesulitan mengakses teknologi hijau karena mahal. Panel surya mungkin terjangkau di Eropa, tetapi di Sudan Selatan, hanya 7% penduduk yang memiliki listrik. - Ketergantungan pada Bahan Bakar Fosil
Negara penghasil minyak seperti Arab Saudi dan Rusia masih bergantung pada pendapatan dari industri fosil. Mengubah ekonomi mereka membutuhkan waktu dan investasi besar. - Kebijakan yang Tidak Konsisten
Di Brasil, deforestasi meningkat karena pemerintah melonggarkan aturan perlindungan hutan. Sementara di AS, kebijakan iklim sering berubah-ubah tergantung kepemimpinan politik. - Perilaku Konsumtif Masyarakat
Budaya “fast fashion” dan makanan instan berkontribusi pada 10% emisi global. Mengubah kebiasaan ini memerlukan edukasi masif.
Peluang dan Solusi: Kolaborasi Global hingga Gaya Hidup Minimalis
- Pendanaan Inovatif
- Green Bonds: Obligasi hijau telah mengumpulkan dana $2,5 triliun sejak 2007 untuk proyek ramah lingkungan.
- Dana Iklim Dunia: Negara maju berkomitmen menyediakan $100 miliar per tahun untuk membantu negara miskin beradaptasi dengan iklim.
- Teknologi Terjangkau
Perusahaan seperti Tesla mengembangkan baterai lithium dengan biaya produksi turun 80% dalam dekade terakhir, membuat energi surya lebih terjangkau. - Kebijakan Progresif
- Uni Eropa memberlakukan Carbon Border Tax untuk produk impor yang tidak ramah lingkungan.
- Selandia Baru melarang eksplorasi minyak lepas pantai baru sejak 2018.
- Peran Individu
Gaya hidup minimalis, diet berbasis nabati, dan memilih produk ramah lingkungan bisa mengurangi jejak karbon individu hingga 40%.
Indonesia: Potensi dan Upaya Menuju Ekonomi Hijau
Indonesia, dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, memiliki peran vital:
- Energi Terbarukan: PLTS Terapung di Cirata (Jawa Barat) berkapasitas 145 MW, terbesar di Asia Tenggara.
- Restorasi Ekosistem: Program Mangrove Rehabilitation menargetkan penanaman 600.000 hektar mangrove pada 2024.
- Kendaraan Listrik: Produsen seperti Gesits dan ALVA mulai memproduksi motor listrik lokal.
Namun, tantangan seperti deforestasi, polusi plastik, dan subsidi BBM masih menghambat kemajuan.
Mengapa Ini Penting untuk Generasi Mendatang?
Jika dunia gagal mencapai SDGs dan mengabaikan ekonomi hijau, konsekuensinya akan fatal:
- Krisis Iklim: Cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, dan kepunahan massal spesies.
- Konflik Sosial: Perang sumber daya akibat kelangkaan air dan pangan.
- Kerugian Ekonomi: Bank Dunia memperkirakan, perubahan iklim bisa mendorong 216 juta orang mengungsi pada 2050.
Kesimpulan: SDGs dan Ekonomi Hijau Bukan Pilihan, Tapi Keharusan
Tidak ada planet B. SDGs dan ekonomi hijau adalah satu-satunya jalan untuk memastikan bumi tetap layak huni. Setiap orang bisa berkontribusi:
- Pemerintah: Memperkuat regulasi lingkungan dan insentif hijau.
- Perusahaan: Berinvestasi dalam teknologi berkelanjutan.
- Masyarakat: Mengadopsi gaya hidup rendah karbon.
Dengan kolaborasi global, target 2030 bukanlah mimpi. Seperti kata Sekjen PBB António Guterres: “Kita adalah generasi pertama yang merasakan dampak perubahan iklim dan generasi terakhir yang bisa menghentikannya.”
Aksi Nyata yang Bisa Dimulai Hari Ini:
- Beralih ke listrik dari penyedia energi terbarukan.
- Mengurangi konsumsi daging dan produk sekali pakai.
- Memilih transportasi umum atau bersepeda.
- Mendukung bisnis lokal yang berkelanjutan.
Masa depan bumi ada di tangan kita. Mari bertindak sebelum terlambat!
Referensi
Untuk pemahaman lebih mendalam mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) dan konsep Ekonomi Hijau di Indonesia, informasi resmi dapat diakses melalui Portal SDGs Indonesia yang dikelola oleh Kementerian PPN/Bappenas.
Link: sdgs.bappenas.go.id.
Selain itu, kebijakan dan program terkait ekonomi hijau serta keberlanjutan lingkungan juga banyak tersedia di situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Link: menlhk.go.id.
Artikel lainnya
Tertarik dengan trend Pembangunan Berkelanjutan? kunjungin artikel kami “Hubungan antara Ekonomi Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan”
Link : https://ekosains.com/hubungan-antara-ekonomi-hijau-dan-pembangunan-berkelanjutan/